ARTIKEL PALING POPULER

14 April 2010

Sindrom "Baby Blues"

Meski Anda telah siap bahkan menantikannya, membawa perubahan besar bagi wanita, baik secara fisik maupun mental. Emosi yang naik turun adalah salah satu dampaknya. Bagi beberapa ibu, bukan tak mungkin emosi yang geraknya seperti roller coaster ini terus berlanjut hingga beberapa bulan setelah melahirkan, menjadi depresi menetap. Berikut wawancara dengan Dr Alfiben, Sp OG dari RS Hermina Depok.

Bagi pasangan yang tengah menanti buah hati, kabar kehamilan saat paling menggembirakan. Namun di sisi lain calon ayah-ibu pun menyadari tak lama lagi akan dihadapkan pada keadaan dimana harus membuat berbagai keputusan dan perencanaan. Misal, memilih dokter dan rumah sakit, komitmen pada pekerjaan, kehamilan, mengambil peranan sebagai orangtua, begitu bayi lahir apakah akan diberi ASI Ekslusif, bagaimana mendapatkan pengasuh, dll.

Berbagai tantangan tanpa disadari dapat mempengaruhi dan membawa ibu ke dalam situasi yang dikenal sebagai Post Natal Illnesses (PNI). Perasaan yang tak diharapkan ini bisa berefek juga pada pasangan.

Perasaan Penuh Kesedihan

Pada umumnya, PNI dikategorikan sebagai bagian dari Depresi Umum, karena indikasinya sama, yaitu keadaan traumatik akibat perubahan dalam hidup – depresi umum bisa juga terjadi saat seseorang menghadapi perceraian, kehilangan pekerjaan, kematian kerabat, dll. Namun depresi yang terjadi pasca-melahirkan memiliki perbedaan dengan Depresi Umum, sbb:

1. Pemicunya lebih spesifik, yaitu terjadinya perubahan dalam hidup akibat kelahiran bayi.
2. Juga dipengaruhi peningkatan hormonal di dalam tubuh ibu.
3. Bisa melanda Ibu dan keluarganya dan menetap hingga 6 bulan – 1 tahun setelah kelahiran si kecil.

Ahli medis umumnya mengkategorikan PNI dalam tiga tingkatan, yaitu ‘baby blues', Post Natal Depression (PND), dan Puerperal Psychosis (PP). Baby blues terjadi hingga 2-10 hari pasca melahirkan. Ciri khasnya ibu terus-menerus menangis tanpa alasan jelas, rasa lelah, konsentrasi rendah, sulit tidur, kekuatiran dan perasaan ragu yang datang mendadak, lambat dalam mempelajari sesuatu (misal, cara memandikan dan memberi bayi), tidak nafsu makan, over sensitif, dan lainnya. Namun yang utama adalah perasaan kecewa pada hampir segala hal.

Apabila Menjadi Serius

Baby Blues yang tak kunjung pulih akan berkembang menjadi kondisi ekstrim yang disebut puerperal psychosis (PP). Keadaan ini untungnya jarang dialami para ibu, karena umumnya terkena pada ibu dengan riwayat penyakit depresi dalam keluarga. Depresi mendalam ini terjadi selama lebih dari satu bulan ditandai mood yang berubah-ubah, halusinasi, juga kebingungan dan ketakutan tak beralasan, bahkan pada beberapa kasus, jika PP terjadi pada ibu yang lemah mental, bisa memotivasi ibu bertekad membunuh bayinya.

Diantara Dua Kategori

Kategori yang menjembatani kedua kategori depresi – baby blues dengan puerperal psychosis – adalah yang disebut PND. Beberapa penelitian memastikan PND bisa terjadi begitu persalinan atau 2-6 bulan kemudian. 10-20% ibu berpeluang mengalami depresi berkelanjutan ini, ditandai dengan menangis terus-menerus, kemarahan, ketidakmampuan memelihara bayi dan melakukan kegiatan rutin lainnya, kurang nafsu makan, kelelahan, dan insomnia.

Sayang, banyak ibu tidak menyadari dirinya tengah dilanda PND sehingga menyulitkan tenaga medis memberi bantuan. Banyak juga ibu mencoba menutupi perasaannya, dan menyembunyikan depresi lantaran khawatir dianggap berlebihan, dianggap tidak becus sebagai ibu, juga dicap mengidap “ketidakstabilan mental”.

Penyebab dan Pengobatan

Menjadi orangtua kadang memang terasa seperti bencana, terutama jika ini pengalaman pertama. Banyak orang tidak siap saat menemukan dirinya tiba-tiba harus bertanggung jawab pada segala hal yang berhubungan dengan bayi kecil dan lemah yang harus diperhatikan 24 jam, 7 hari dalam seminggu. Situasi ini kadang juga dipengaruhi faktor sosial lain, misal, kesulitan ekonomi.

Hormon juga kerap berpengaruh dalam PND. Kadar progesteron dan estrogen yang menurun tajam dibanding saat hamil akan membuat tubuh ibu shock. Pasokan Endorphins dalam kadar rendah sekalipun, misal, pada obat-obatan penyaman tubuh setelah melahirkan, bisa ikut andil mencetus PND. Persoalan pribadi di dalam diri ibu, seperti ketakutan dirinya harus menjadi ibu yang sempurna dan melakukan semuanya dengan benar, juga kurangnya dukungan dari suami dan keluarga, juga berpeluang memperparah PND.

Namun sepanjang gejala ini dikomunikasikan pada ahli medis, PND sebetulnya dapat ditangani. Penanganan PND secara konvensional biasanya sama dengan yang diberikan dalam penanganan depresi umum, yaitu pemberian obat-obatan antidepresan dikombinasi dengan psikoterapi atau konseling. Namun penelitian baru-baru ini memperlihatkan terapi bicara, dalam berbagai kasus, adalah yang paling dibutuhkan untuk membantu ibu yang menderita PND.

Menjadi salah satu anggota grup pendukung (support group) akan sangat menolong, karena di sana para ibu bisa mengetahui bahwa ibu-ibu lain pun mempunyai pengalaman frustasi dan kesulitan hubungan yang sama. Penggunaan obat-obatan dengan terapi bicara adalah upaya terakhir yang bisa dilakukan dalam pengobatan PND. Selain itu, ada baiknya ibu juga mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak nutrisi dan mendapat snack secara teratur. Masukkan juga olahraga dalam kegiatan rutin karena dapat menyegarkan dan membersihkan pikiran. Jika problemnya adalah kekurangan tidur, mintalah bantuan seseorang yang terpercaya untuk merawat bayi sehingga Anda bisa mengganti jatah tidur yang hilang. Yang harus diingat, jangan biarkan emosi membuat Anda naik ke dalam arena roller coaster. Berbaiklah pada diri sendiri, dan buang jauh-jauh rasa pesimis.

Sumber: keluargasehat.wordpress.com

0 Masukan:

Post a Comment

 

Statistik Blog

Daftar Teman

Check This Out

adf.ly - shorten links and earn money!
dk-educlub.blogspot.com Copyright © 2010-2011 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template