ARTIKEL PALING POPULER

03 January 2010

Imunisasi Pada Anak

Pentingnya Imunisasi Pada Anak
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Kalimat ini cocok benar untuk menggambarkan fungsi imunisasi. Tetapi, mengapa orangtua masih kerap abai dengan tindakan penting ini?

Dalam tren dunia kesehaan modern bukan lagi soal pengobatan, tapi pencegahan. Kalau ditunggu anak sakit dulu, biayanya jadi tinggi sekali. Belum nanti antibiotikanya enggak mempan, harus pakai antibiotik yang makin canggih, sehingga tentunya makin mahal. Permasalahan itu ditambah harus dirawat di rumah sakit, bahkan sampai orangtuanya tidak bisa kerja. Kalau semua itu dihitung-hitung, jauh lebih mahal dari biaya vaksin,

Banyak orangtua yang menyesali kelalaiannya ketika anak sakit. Beberapa waktu yang lalu, misalnya, orangtua panik karena banyak anak di Indonesia terkena Polio. Sampai-sampai pemerintah perlu mencanangkan “Indonesia Bebas Polio”. Peristiwa itu seakan “membangunkan” kita akan pentingnya imunisasi, terutama bagi balita.

Imunisasi sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan, pencegahan, sekaligus membangun kekebalan tubuh terhdap berbagai penyakit menular maupun penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan kecacatan tubuh bahkan kematian.

Efektifitas Imunisasi

Apakah setelah di imunisasi 100% bebas dari penyakit ? Ternya tidak, karena daya perlindungan imunisasi hanya mencapai 96%, jadi tidak mencekal penyakit sampai 100 %, sehingga jangan terburu-buru menyalahkan imunisasinya bila anak sakit, padahal sudah diimunisasi. Apalagi setelah diimunisasi, kekebalan sebenarnya sudah ada dan daya tahan tubuh jadi lebih tinggi, sehingga sakit yang dideritanya tak bakal separah seperti bila tidak diimunisasi.

Sangat kecil kemungkinan imunisasi akan mengalami kegagalan. Apalagi, kegagalan imunisasi pada dasarnya dapat dicegah bila semua prosedur dijalankan dengan baik. Imunisasi telah terbukti sangat aman dengan melakukannya sesuai prosedur, seperti pemberian imunisasi sesuai jadwal, vaksinnya disimpan di tempat yang baik, dan tidak kadaluwarsa

Amankah Imunisasi ?

Masih sering dijumpai orang tua yang menunda bahkan menolak imunisasi. Umumnya lantaran masih ragu terhadap keamanan imunisasi. Hal ini bisa dimengerti karena informasi yang tersebar mengenai dugaan efek samping imunisasi. Salah satu yang paling santer adalah berita anak sakit atau bahkan meninggal setelah mendapatkan vaksin polio. Belum lagi kecurigaan imunisasi menyebabkan autisma.

Memang, imunisasi menyebabkan KIPI atau Keadian Ikutan Pasca Imunisasi, yakni semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam kurun waktu 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu, lama pengamatan dapat mencapai 42 hari atau bahkan 6 bulan. Namun sebagian besar KIPI hanya ringan dan akan mereda sendiri. Bahwa reaksi lain yang berat dan tak terduga juga ada, akan tetapi amat jarang terjadi.

Yang pasti, vaksin secara umum sudah terbukti aman. Tingkat perlindungan yang diberikan jauh lebih besar ketimbang efek samping yangmungkin timbul. Efek samping imunisasi juga lebih ringan ketimbang efekbila anak tak diimunisasi. Begitupun tuduhan sebagai penyebab autisma, juga tak terbukti. Jadi,tak ada alasan untuk menolak pemberian vaksin selama si kecil dalam kondisi sehat, pertumbuhannya baik, dan tidak memiliki riwayat alergi imunisasi.

Imunisasi yang diwajibkan

Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak, yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Sedangkan tujuh jenis lainnya dianjurkan untuk menambah daya tahan tubuh terhadap beberapa jenis penyakit. Wajib itu artinya semua anak yang tinggal di Indonesia wajib diberikan lima jenis imunisasi untuk mencegah tujuh jenis penyakit

Meski penting, namun pemerintah tak mewajibkan semua jenis imunisasi. Hanya ada 5 jenis imunisasi yang wajib diberikan kepada anak yaitu imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin), hepatitis B, DTP (Difteri Tetanus Pertusis), Polio, dan campak. Sedangkan imunisasi yang lain sifatnya hanya dianjurkan. Bukan benyakit yang hendap dicekalnya tergolong tak berbahaya, melainkan karena harganya yang relatif mahal dan tak terjangkau oleh banyak keluarga di Indonesia.

Vaksin BCG diberikan pada bayi sejak lahir, untuk mencegah penyakit TBC. Jika bayi sudah berumur lebih dari tiga bulan, harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu. BCG dapat diberikan apabila hasil uji tuberkulin negatif.

Hepatitis B diberikan tiga kali. Yang pertama dalam waktu 12 jam setelah lahir. Imunisasi ini dilanjutkan saat bayi berumur 1 bulan, kemudian diberikan lagi saat 3-6 bulan.

Imunisasi yang satu ini belakangan sering didengung-dengungkan pemerintah karena telah memakan korban cukup banyak. Target pemerintah membebaskan anak-anak Indonesia dari penyakit polio. Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama setelah lahir. Selanjutnya vaksin ini diberikan 3 kali, saat bayi berumur 2, 4, dan 6 bulan. Pemberian vaksin ini dulang pada usia 18 bulan dan 5 tahun.

DTP diberikan untuk mencegah tiga macam penyakit sekaligus, yaitu Difteri, Tetanus, dan Pertusis. Vaksin ini diberikan pertama kali saat bayi berumur lebih dari enam minggu. Lalu saat bayi berumur 4 dan 6 bulan. Ulangan DTP diberikan umur 18 bulan dan 5 tahun. Pada anak umur 12 tahun, imunisasi ini diberikan lagi dalam program BIAS SD kelas VI.

Campak pertama kali diberikan saat anak umur 9 bulan. Campak-2 diberikan pada program BIAS SD kelas 1, umur 6 tahun.

Baik imunisasi yang diwajibkan maupun yang dianjurkan, ada beberapa yang perlu diulang (booster) agar responnya sesuai harapan. Kalau pengulangan imunisasi tak dilakukan, daya tahan tubuh jadi tak terlalu baik sehingga imunisasipun kurang berhasil.

Imunisasi yang tidak diwajibkan

Selain tujuh penyakit yang wajib dicegah, ada penyakit-penyakit lain yang bisa dicegah dan ada imunisasinya. “Yang ini sifatnya dianjurkan, tergantung orangtuanya.” Kalau yang wajib, pemerintah memberikan secara cuma-cuma, jika datang ke instansi kesehatan yang ada di pemerintah, misalnya rumah sakit pemerintah, posyandu, dan puskesmas, kecuali ke dokter swasta, ya, harus bayar. “Tapi kalau yang dianjurkan, tidak diberikan secara cuma-cuma,” ujar Sri. Vaksin-vaksin tersebut adalah Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela.

Hib dan Pneumokokus (PCV) mencegah penyakit paru-paru dan radang otak. Vaksin diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval dua bulan, sebanyak 3 kali. Imunisasi Hib kemudian diulang saat anak berumur 15-18 bulan, sedangkan PCV diulang saat anak berusia 12-15 bulan.

Vaksin Influenza dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus diberikan hingga dewasa. MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan diulang saat anak berusia 6 tahun.

Vaksin lain yang dianjurkan adalah Tifoid untuk mencegah Typus, Hepatitis A, dan Varisela untuk mencegah penyakit cacar air. Tifoid dan Hepatitis A diberikan pada anak usia di atas 2 tahun. Tifoid dapat diulang setiap 3 tahun, sedangkan Hepatitis A hanya diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan. Varisela mulai diberikan saat anak berusia di atas 10 tahun.

Kelebihan Imunisasi

Dalam beberapa kasus seperti buku kesehatan hilang, ganti dokter atau hal yang lain seorang anak mendapatkan imunisasi yang berlebihan. Yang seharusnya sekali tetapi diberikan 2 kali. Berbahayakah hal ini ? Jangan khawatir anak kelebihan imunisasi, tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi sebagaimana kalau kelebihan obat. Sejauh ini belum pernah dilaporkan akibat yang ditimbulkan karena imunisasi yang berlebihan. Justru daya tahan anak akan terpacu lagi dan meningkat. Jadi kalau ayah ibu lupa apakah bayinya sudah diimunisasi atau belum, ya diimunisasi saja lagi. Toh, tak ada bahayanya, malah jadi lebih safe.

Kondisi Saat Imunisasi

Anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi sehat. Karena, imunisasi diberikan dengan memasukkan virus yang dilemahkan atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh. Untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Anak yang sedang sakit, misalnya diare atau demam berdarah, badannya sedang memerangi penyakit. Jika dimasukkan kuman atau virus lain dalam imunisasi, maka tubuhnya akan bekerja sangat berat, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi. Dalam kondisi penyakit ringan seperti diare, batuk-pilek biasa, bukan merupakan indikasi kontra atau diperbolehkan untuk imunisasi. Tapi batuk-pilek atau penyakit dengan demam tinggi, sebaiknya jangan diberikan imunisasi.

Harus diwaspadai pada anak yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah. Misalnya anak tewrinfeksi TBC, AIDS, atau penyakit berat lain seperti kanker. Berbahaya juga jika anak tengah meminum obat-obat khusus yang menurunkan daya tahan. Jika ada anak yang mengalami kondisi-kondisi seperti itu, harus menunggu hingga ia sembuh, minimal hingga kondisinya sedang bagus. Jika sedang minum obat, ditunggu hingga obatnya selesai.

Imunisasi Halal

Banyak sekali perdebatan mengenai hukum dari imunisasi terutama mengenai imunisasi polio. Telah kita ketahui bersama bahwa dalam imunisasi polio menggunakan vaksin yang dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang mengandung porcine (babi). Memang semua hal yang mengandung sesuatu yang najis itu adalah haram. Sebelumnya yang menjadi bahan rujukan dari sumber resmi yang berwenang dalam hal pemberian imunisasi yaitu Departemen kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia. Ada dua hal penting yang digunakan sebagai landasan atau dasar pemberian imunisasi polio:

Vaksinasi polio ini sangat penting agar anak-anak kita tidak tertular virus polio. Virus ini cukup berbahaya. Jika anak terkena sulit untuk diobati. Anak bangsa, khususnya Balita, perlu diupayakan agar terhindar dari penyakit Polio, antara lain melalui pemberian vaksin imunisasi.

Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari porcine (babi), namun dalam hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi, dan belum ditemukan IPV jenis lain yang dapat menggantikan vaksin tersebut.

Sehingga Departemen Kesehatan perlu mendapatkan fatwa dari MUI untuk menentukan apakah imunisasi polio tersebut halal atau haram. Dan sudah sangat jelas MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa imunisasi polio tersebut adalah halal. Itu adalah fatwa menurut MUI, sehingga apabila beberapa orang ada yang berpandangan lain tentu sah-sah saja, namun sebaiknya tidak memprovokasi. Kebebasan memilih tentu merupakan hak setiap orang tua apakah anaknya akan diimunisasi atau tidak.

Jika anda merasa yakin anak anda sehat tentu imunisasi polio hanya sebuah pilihan dan bukan merupakan kewajiban. Tapi jika anda “awam” tentang pengetahuan mengenai kesehatan buah hati anda, maka imunisasi adalah suatu kewajiban. Bukankah dianjurkan untuk menyerahkan sesuatu hal pada “ahlinya”. Pada kasus ini tidak salah bila kita bersandar pada Depkes dan MUI.

Dr Widodo Judarwanto SpA
CLINIC FOR CHILDREN
www.childrenclinic.wordpress.com

0 Masukan:

Post a Comment

 

Statistik Blog

Daftar Teman

Check This Out

adf.ly - shorten links and earn money!
dk-educlub.blogspot.com Copyright © 2010-2011 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template