ARTIKEL PALING POPULER

02 September 2011

Susahnya Mengajar Anakku Menulis !! - Tips Mengajar Anak Pra Sekolah Menulis

Cukup banyak orang tua yang peduli dengan perkembangan dan pendidikan anaknya. Tak jarang mereka turut serta mendampingi anak-anak mereka dalam setiap aktivitias, termasuk belajar. Pada asarnya, orang tua ingin yang terbaik untuk pendidikan anak-anaknya, namun terkadang mereka juga kebingungan ketika membantu anak-anak mereka belajar.
Pembelajaran pertama yang mendasar, yaitu ketika orang tua mengajar anak menulis ketika anak berusia 3-5 tahun - karena masa-masa tersebut anak sudah mulai masuk usia pendidikan dini atau Taman Kanak-kanak. Tidak sedikit orang tua yang harus bergumul bahkan "mengomel" ketika mengajar anak mereka menulis. Terkadang si anak tidak mau karena merasa sulit, cara memegang pensil yang salah, atau bahkan mencoret-coret kertas. Hal-hal tersebut cukup membuat orang tua frustasi dan mengambil keputusan yang simpel dan praktis, yaitu mencari guru les privat.
Dari contoh-contoh di atas, maka perlu diketahui oleh orang tua bahwa mengajar anak menulis tidaklah sesulit dan "se-frustasi" yang mereka bayangkan, namun justru menyenangkan!!
Mari kita memahami perkembangan anak kita dalam belajar. Umumnya, anak usia 3 tahun mampu memegang pensil meskipun belum sempurna. Ia pun gemar mencoret-coret di selembar kertas layaknya sedang menulis, meniru perilaku menulis dari orang dewasa di sekitarnya. Seiring usia yang bertambah, kemampuan memegangnya pun akan lebih mantap, sehingga ia mampu melakukan aktivitas menulis atau menggambar lebih baik. Keinginan si anak untuk "menulis" atau sekedar menggoreskan pensil di selembar kertas adalah salah satu bagian perkembangan motorik halus anak usia 3-5 tahun.
Nah, sejauh mana perkembangan kemampuan menulis yang diharapkan telah dicapai pada usia prasekolah ini? Jadi, jangan membayangkan si anak langsung dapat menulis abjad!! Kemampuan "menulis" yang dimaksud pada tahapan usia ini adalah tahapan mampu memegang pensil dan meniru aneka bentuk. Agar si kecil mau belajar menulis, berikan stimulasi yang dilakukan dalam suasana bermain.
Menebalkan bentuk
Pilih materi yang merupakan kegemaran atau pusat minat anak. Misal, ia sangat menyukai binatang. Nah, mulailah dengan aneka gambar binatang. Berikan buku bergambar aneka binatang, kemudian berikan pensil dan minta ia menebalkan aneka gambar bentuk binatang itu. Biarkan ia melakukannya secara perlahan. Tak perlu dipaksa jika anak tidak mau melanjutkan. Sambil menunggu ia menyelesaikan gambarnya, ceritakan keistimewaan binatang tesebut, sehingga ada tambahan pengetahuan yang diperoleh oleh si anak.
Mengikuti garis putus-putus atau titik-titik
Setelah anak mampu menebalkan gambar aneka binatang tersebut, lanjutkan dengan "menggambar" binatang mengikuti garis putus-putus atau titik-titik.
Tingkatkan ketrampilan berikutnya, yaitu menirukan bentuk-bentuk seperti lingkaran, segitiga, segiempat, dan sebagainya. Awalnya orang tua dapat membimbing anak sambil memegangi tangan anak. Selanjutnya, rangsang anak untuk menirukan sendiri. Guna memperkaya wawasan, minta ia menggambar bentuk benda-benda yang ada di sekitarnya yang berupa lingkaran atau segi empat dan sebagainya. Contoh : wajah ibu, meja makan, jam dinding, dan lain-lain.
Di usia 4-5 tahun, anak dapat diminta menggambar sendiri aneka bentuk geometris. Bimbing tangannnya agar ia mau menggoreskan pensilnya dan selanjutnya beri kepercayaan pada anak untuk menggambar sendiri aneka bentuk geomatris tersebut.
Stimulasi lain yang dapat diberikan adalah menggunting dan membentuk lilin, bisa dilakukan sejak usia 3 tahun. Melalui dua permainan ini, saraf-saraf dan otot-otot pada pergelangan tangan dan jari-jari anak terlatih.
6 Hal Sebelum Menulis
Sebelum mengajari anak menulis, ada beberapa hal yang patut diperhatikan oleh orang tua, yaitu :
1. Kesiapan anak dalam memegang pensil atau alat tulis lainnya
Untuk mengembangkan kemampuang menulis, anak harus mampu memegang pensil dengan baik. Jari-jemari yang digunakan untuk memegang pensil harus tepat, sehingga ia dapat dengan nyaman menggoreskan alat tulisnya di kertas.
2. Biasakan anak bercakap-cakap dengan orang tua
Gunanya merangsang potensi panca indera anak, selain juga untuk menambah kosakata. Kemampuan berkomunikasi yang baik dapat menjadi bekal untuk melatih menulis, karena akan lebih meudah memberikan penjelasan pada anak tentang aneka bentuk yang akan ditiru atau digambar.
3. Pemahaman atau penguasan anak terhadap konsep bahasa atau simbol-simbol
Selanjutnya, untuk mengembangkan kemampuan menulis dalam arti yang sesungguhnya, hendaknya anak juga telah mengenal simbol-simbol bunyi dan menguasai konsep huruf. Maksudnya, anak mampu membedakan huruf a dan b. Kenalkan huruf kecil terlebih dahulu karena mudah dipahami dan akan lebih sering digunakan.
4. Dimulai dari pusat minat anak.
Mulailah dari sesuatu yang menarik perhatian anak dan sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya, seperti namanya sendiri, makan, minum, pakaian dan lain-lain.
5. Belajar menulis dapat di mana saja dan kapan saja
Untuk belajar menulis tidak perlu diusahakan alat atau tempat khusus. Lakukan sambil bermain, misalnya dengan ranting pohon di tanah, di pantai dengan jari tangan, dan lain-lain. Pengenalan huruf dapat dimulai dengan benda yang ada di sekitar, termasuk anggota badan sendiri. Contoh : mulut yang seperti bentuk huruf O. Alangkah baiknya pula jika diberikan benda kongkritnya, seumpama huruf h dengan menunjuk hidung, huruf a dengan buah apel, dan seterusnya.
6. Jangan paksa!
Jika anak belum ingin menulis sebaiknya jangan dipaksa. Pemaksaan dapat menyebabkan anak trauma. Bisa-bisa selanjutnya malah malas menulis.
Boleh dikenalkan pada huruf
Untuk menumbuhkan minat anak dalam menulis, tidak ada salahnya jika orang tua kerap membacakan dan mengenalkan huruf-huruf. Contoh : tunjukkan gambar ikan dan di bawahnya ada huruf i dalam huruf kecil. Kenalkan pada anak bahwa itu adalah gambar ikan. Dengan kegiatan bermain ini, anak akan termotivasi untuk mencoba meniru atau menuliskan aneka bentuk huruf tersebut.
Intisari dikutip dari : Tabloid Nova. Jumat, 2 April 2010

The Executive Function Skills - An educational techniques for ADHD and ADD

Individual with ADHD and ADD often have difficulty with Executive Skills, also called Executive Functions. These are the skills that help us manage and direct our lives. They are analogous to the activities that an executive engages in to manage and direct a company or business.
Executive Skills allow us to plan and organize our behavior, make well-considered decisions, overrule immediate disires in favor of longer-term goals, take consious control of our emotions, and monitor our thoughts in order to work more efficiently and effectively.
There are a number of different theories and definitions of the skills that constitute executive functions. The following is a compilation that illustrates the full range of skills needed to effectively manage out lives.
Executive Functions
Planning and Prioritizing
The ability to create a plan to complete a task or to develop an approach to achieveing a goal. This skills includes making decisions about what to direct attention toward and ordering the steps needed to achieve the goal.
Time Management
The sense of that "time" is important concept, the ability to accurately estimate how much time a task will take, knowing how to apportion your time, and how to stay within time constraints to meet deadlines.
Organization
The ability to arrage ideas or objects according to a defined structure.
Working Memory
The ability to remember information while using the information to perform complex tasks.
Metacognition
The ability to take a top-down view of your problem solving approach and to self-monitor and evaluate performance.
Response Inhibition
The power to resist the urge to say or to do something; taking time to think before acting.
Self-regulation of Affect
The ability to deal with emotions so that they don't get in the way of completing tasks or achieving goals.
Task Initiation
The ability to start a task at the appropriate time without delay or procrastination.
Flexibility
The ability to adapt your responses, behaviors and plans when necessary in order to achieve toward your goals.
Goal-directed Persistence
The ability to follow through to complete task and achieve goals.
Sustained Attention
The capacity to pay attention to a task, particulary if the task is not interesting.
Disengaging Attention
The ability to stop directing your attention towards one thing and direct it towards something else.
Regulation of Processing Speed
The ability to make a conscious decision about how slowly or quickly to perform a task based upon its importance to you.

Tips Mengatasi Anak Yang Malas Belajar

Cukup banyak anak-anak usia sekolah yang bermalas-malasan jika disuruh belajar, dan tak jarang mereka mendapatkan hasil belajar yang tidak memuaskan. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya seringkali juga kita menemukan anak yang ngambek atau menangis gara-gara selalu disuruh belajar. Ada orang tua yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar, membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang tua yang mengunakan kekerasan fisik. Tentunya semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun psikis anak.

Pertanyaan-pertanyaan berikut yang sering muncul di benak kita, yaitu :
Bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih perlukan kita dengarkan keluhan-keluhan orang tua tentang anaknya yang malas belajar? Haruskah anak itu 'ngambek' atau menangis gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-suruh untuk belajar?

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada baiknya kalau terlebih dahulu kita mencari penyebab perilaku malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna mengatasinya.

Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari melemahnya kondisi intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua faktor besar, yaitu: Faktor Intrinsik ( dari dalam diri anak) dan Faktor Ekstrinsik (faktor dari luar anak).

1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
"Rasa malas" untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakurikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.
2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:

a. Sikap Orang Tua
Orang tua sebagai contoh figur bagi anak sangat berpengaruh pada kehidupan anak. Jika orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak sedikit orang tua yang menuntut anak untuk belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut, tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang ia peroleh kurang memuaskan. Sayangnya, tidak jarang orang tua marah-marah dan mencela anaknya ketika anak mendapat nilai yang kurang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah Dasar jangan terlalu diorientasikan pada nilai (hasil belajar), tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.

b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang para siswa mengeluh akan sikap guru di sekolah. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.

c. Sikap Teman
Ketika seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk, yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Jika tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai salah satu upaya untuk dikabulkan permohonannya.

d. Suasana Belajar di Rumah
Rumah mewah dan megah tidak menjamin anak menjadi rajin belajar, bahkan rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games), Game Boy, NDS, maupun Play Stations. Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.

e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal.

Enam langkah untuk mengatasi malas belajar pada anak dan membantu orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:

1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai dan tidak formal untuk membuat anak bisa membuka permasalahan dirinya.

2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.

3. Menciptakan Disiplin
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya tugas sekolah.

4. Menegakkan Kedisiplinan
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik. Gunakan konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Selain itu, orang tua dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar, misalnya sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian disiplin pada anak dapat ditegakkan tanpa harus dengan suruhan atau bentakan.

5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.

6. Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.

Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.
 

Statistik Blog

Daftar Teman

Check This Out

adf.ly - shorten links and earn money!
dk-educlub.blogspot.com Copyright © 2010-2011 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template